“Seluruh
Caleg dan partai Politik diminta oleh KPU menyetorkan anggaran yang digunakan
selama kampanye, pemasukan data berakhir pada bulan Maret depan...” suara itu
semakin membesar, seolah-olah menusuk masuk dalam telingaku. Kubuka mataku,
meskipun aku masih setengah sadar, terlihat disudut sana sebuah bayangan yang
berwarna-warni ditemani dengan kata-kata tersusun rapi. Ku angkat kepalaku,
kira-kira kurang lebih 15 derajat dan mataku pun terbelalak, ternyata suaru itu
berasal dari sana, suara presenter berita Metro TV. Ku usap mataku, ku kerahkan
semua konsentrasiku di pagi itu, aku pun melihat sesosok lelaki yang tengah
ayik menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok, ia adalah senior kami di UKM.
Ia begitu asyik menikmati tontonan di pagi itu. meskipun aku merasa terusik
dengan suara berita yang begitu besar. Tak apalah, tak mungkin aku membentak
seniorku, lagi pula saat itu sudah sangat pagi.
Sontak
aku melirik jam yang ada di handphone-ku, hari itu, jam telah menunjukkan 07.45
Wita. Oh my god! oh godnest! Kata inilah yang sempat terucap dari bibirku,
segera mungkin, aku beranjak dari pembaringan. Sikap cekatan pun menjadi
langkah taktis di pagi itu. aku tidak tahu lagi apa yang harus kusimpan dan apa
yang harus kuambil. “Magako Hatu?” salah satu dari temanku di sekret pun
menegurku, tetapi itu hanyalah teguran, tak kuhiraukan, dalam pikiranku hanya
terbersik wajah dosen yang sudah mengajar di kelas. “Aduuuhh, terlambat kah
lagi ini.” sambil menyiramkan air dikepalaku, kata ini kian menemaniku di kamar
mandi. Akhirnya selesai juga, meskipun mandi ala kebo, yang jelas di pagi itu
aku mandi, tak kuhiraukan kata orang, yang penting aku senang, aku menang.
Lagi-lagi
tetap dalam kondisi siap siaga, sikap cekatan yang paling mancur saat ini. aku
melangkah menuju fakultas, entah itu langkah marmut, kecoa, singa, tikus, semut sekalipun aku tidak peduli yang
terpenting adalah sampai di kelas tepat waktu. Maklum sedikit jadi mahasiswa
teladan. Anak tangga yang puluhan itu ku jadikan tingkat satuan, betapa tidak
kelas kami di pojok sana, alias MKU, bosan terus belajar dengan suasananya
seperti ini. “Assalamau alaikum!” , sial! Ternyata oh ternyata dosen belum
datang juga, tapi sebuah kesyukuran juga karena aku tidak terlambat.
Selang
beberapa menit, sesosok wanita dengan tentengan yang penuh di kedua tangannya,
melangkah menuju kursi panas, begitu temanku menyebutnya, alias kursi dosen.
Aku juga tidak tahu kenapa teman-temanku menamainya kursi panas. Lanjut cerita,
dia adalah dosen kami yang mengajar di pagi itu, sebut saja Dr. Gusnwaty,
M.Hum., dialah dosen favoritku, kedekatannya dengan mahasiswa menjadikan dia
sebagai dosen terfavorit. Apalagi dia itu adalah salah satu dosen pembimbingku
di Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Mohon doa restunya semoga dapat sampai
ke Pimnas, amin! Oh my god! Kenapa ini yang saya ceritakan, bukan maksud untuk
pamer, tetapi sekedar sharing aja teman-teman.
Lanjut
Guys! Mata kuliah pun sudah berakhir, dosen sudah beranjak dari tempatnya,
belum beberapa menit dosen kami keluar, kegaduhan pun dikelas mulai tak
terelakkan, lagi-lagi kaum hawa yang memulai, alias ngegosip, sepertinya tidak
sah, kalau mereka tidak teriak-teriak seperti itu. Padahal jika dilihat di sana
tidak ada sungai deras, mungkin itu sebuah ritual para kaum-kaum hawa, pikirku.
Siang
itu, tepatnya pukul 10.00 Wita kusempatkan untuk berdiskusi dengan salah satu
orang teman, ia dari golongan kaum hawa, namanya Sarnia, ia terbilang cukup
cerdas dikelas kami, karena pandangan-pandangannya begitu bijak, selain itu ia
juga orangnya alim. Diskusi kami belum berakhir dosen yang mengajar jam kedua
sudah masuk dalam kelas, ditemani dengan tas yang dibopongnya. LCD yang kian
menemani kami dalam belajar, telah terpasang dengan rapinya, dosen pun membuka perkuliahan
saat itu, dengan membacakan satu-satu tulisan mahasiswa yang telah dikirim via
email. Kami dibuatnya malu-malu karena tulisan kami dipampan nyata, mahasiswa
kemudian membacanya satu persatu.
Mendengarkan
dosen menjelaskan memang sudah menjadi tradisi akademik, pikirku dalam hati.
Aku duduk pas di depan dosen, segala konsentrasiku terfokus pada satu masalah
tentang bagaimana penulisan kreatif. Tiba-tiba sesosok lelaki tua dengan rambut
yang putih, dilengkapi kemeja putih, cekatan masuk ke dalam kelas memegang
penghapus dan menatap ke laptop dosen yang mengajar saat itu. “Saya mau pinjam
penghapus.” Hanya itu yang terucap dari bibirnya. Sontak dosen menjawab “Kita
pinjam saja Prof.” ia pun berlalu dari pandangan kami. serentak satu kelas di
penuhi gelegar tawa, dosen yang mengajar juga ikut tertawa. Betapa tidak
seorang dosen bergelar Prof. dan guru besar, masuk kedalam kelas tanpa salam,
tiba-tiba ingin meminjam penghapus membuat penghuni kelas sontak kaget. Kami
mengira Prof. kami itu ingin menyampaikan hal penting kepada dosen pengajar
waktu itu.
Kejadian
ini bukan hanya terjadi satu kali, sempat juga kejadian yang sama dialami oleh
bapak Edward L. Poelinggomang, waktu itu ia mengajar dengan seriusnya tiba-tiba
Prof. ini masuk, dan hendak meminjam penghapus juga. Dosen bersangkutan hanya
mengiyakan, meskipun kami juga butuh penghapus. Sebuah tingkah laku unik yang
dilakukan oleh dosen berkelas guru besar. Lanjut cerita, momen ini pun menjadi
tugas kami dari bapak dosen untuk menceritakan kejadian tadi, meskipun aku
sebenarnya sudah tidak kuat lagi melanjutkan perkuliahan, masih terngian
tingkah laku Prof. itu. Sebuah kelucuan tetapi tak apalah, memang dari sisi
manusia ada hal-hal unik yang tidak diketahui oleh sebagian orang. Akhirnya,
perkuliahan berakhir, kejadian tadi tak henti-hentinya menjadi buah bibir bagi
mahasiswa.
Penulis,
Makassar,
1 Maret 2014
Anaruddin
Tingkatkan
ReplyDeletethanks .....
Delete