Friday 21 February 2014

KARNAVAL BUDAYA FESTAMASIO VI SURABAYA







DEFINISI FILOLOGI, PERBEDAAN TEKS DAN NASKAH



A.    Definisi Filologi
1.      Secara Etimologis
Secara etimologis, filologi berasal dari kata Yunani philos yang konsep maknanya hampir sama dengan kata “cinta” dalam bahasa Indonesia dan kata logos (Yunani) yang konsep maknanya hampir sama dengan “kata” dalam bahasa Indonesia. Dari dua pengertian kata tersebut filologi bermakna “Cinta kata” atau “senang bertutur”. Perkembangan makna filologi selanjutnya menjadi “senang belajar” “senang ilmu” “senang kesusastraan”atau “senang kebudayaan”.
Dari pengertian secara etimologis di atas, setidaknya ada tiga kata kunci yang dapat dijadikan pegangan untuk dikembangkan menjadi definisi, yaitu senang, kesusastraan, dan kebudayaan. Untuk membangun definisi filologi secara komprehensif maka perlu dilakukan penelusuran terhadap unsur-unsur penelitian filologi yang secara paradigmatis selalu muncul dalam sepanjang sejarah penggunaan ilmu tersebut dari waktu ke waktu. Unsur-unsur penelitian filologi tersebut meliputi fokus, subjek, dan objek penelitian. Jika memungkinkan juga melihat metode penelitian yang digunakan. Penelusuran secara historis dimaksudkan untuk memehami dan menjelaskan setiap transformasi yang terjadi pada unsur-unsur tersebut.
2.      Secara Terminologi
Menurut Kamus Istilah Filologi (Baroroh Baried, R. Amin Soedoro, R. Suhardi, Sawu, M. Syakir, Siti Chamamah Suratno: 1977), filologi merupakan ilmu yang menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraan-nya. Hal serupa diungkapkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: 1988). Sementara itu dalam Leksikon Sastra (Suhendra Yusuf: 1995) dikatakan bahwa dalam cakupan yang luas filologi berarti seperti tersebut di atas, sedangkan dalam cakupan yang lebih sempit, filologi merupakan telaah naskah kuno untuk menentukan keaslian, bentuk autentik, dan makna yang terkandung di dalam naskah itu.
Tidak jauh berbeda dari definisi-definisi di atas Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu-Zain) (J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain: 1994) menekankan bahwa filologi meneliti dan membahas naskah-naskah lama sebagai hasil karya sastra untuk mengetahui bahasa, sastra, dan budaya bangsa melalui tulisan dalam naskah itu. Sementara W.J.S. Poerwadarminta (1982) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia lebih menekankan bahwa filologi mempelajari kebudayaan manusia terutama dengan menelaah karya sastra atau sumber-sumber tertulis.
Sebagai bukti bahwa ilmu lain pun menaruh perhatian terhadap filologi atau bahkan memerlukan filologi, Koentjaraningrat, dkk. (1984) dalam Kamus Istilah Antropologi mengungkapkan filologi sebagai ilmu yang mempelajari bahasa kesusastraan dan sejarah moral dan intelektual dengan menggunakan naskah kuno sebagai sumber.
Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1986) dalam Pemandu di Dunia Sastra mengungkapkan asal kata filologi, yaitu “philos” dan “logos” yang berarti cinta terhadap kata. Sementara itu tugas seorang filolog adalah membanding-bandingkan naskah-naskah kuno untuk melacak versi yang asli, lalu menerbitkannya dengan catatan kritis.
Webster’s New Collegiate Dictionary (1953) mendefinisi-kan filologi ke dalam tiga hal, yaitu:
-          cinta pengetahuan atau cinta sastra, yaitu studi sastra, dalam arti luas termasuk etimologi, tata bahasa, kritik, sejarah sastra dan linguistik;
-          ilmu linguistik;
-          studi tentang budaya orang-orang beradab sebagaimana dinyatakan dalam bahasa, sastra, dan religi mereka, termasuk studi bahasa dan perbandingannya dengan bahasa serumpun, studi tata bahasa, etimologi, fonologi, morfologi, semantik, kritik teks, dll.
Berbeda dengan kamus yang lain, Dictionary of World Literature (Joseph T. Shipley, ed.: 1962) memuat definisi filologi secara panjang lebar. Dalam kamus ini dijelaskan asal kata filologi dan orang-orang yang pertama kali menggunakan kata itu. Di samping itu dijelaskan pula perkembangan ilmu filologi di beberapa tempat. Misalnya pada abad ke-19 istilah filologi di Inggris selalu berhubungan dengan ilmu linguistik. Filologi juga termasuk dalam teori sastra dan sejarah sastra. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa kritik sastra tidak mungkin ada tanpa filologi.
Jika setiap definisi tersebut kita cermati lebih lanjut, setidak-tidaknya sebagian kecil dari masing-masing definisi ada yang sama. Setiap definisi menggolongkan filologi sebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan. Filologi berhubungan erat dengan bahasa, sastra, dan budaya. Filologi menelaah bahasa, sastra, dan budaya itu dengan bersumber pada naskah-naskah kuno. Dari naskah-naskah kuno itu dapat diketahui pula perkembangan bahasa, sastra, budaya, moral, dan intelektual suatu bangsa.
Filologi sebagai istilah mempunyai beberapa arti sebagai berikut: 
a.       Filologi sudah dipakai sejak abad ke-3 SM, oleh sekelompok  Ahli dari Aleksandria yang kemudian dikenal sebagai ahli filologi. Yang pertama-tama  memakainya adalah Erastothenes (Reynolds, 1968: 1). Pada waktu itu, mereka berusaha mengkaji teks-teks lama yang berbahas Yunani yang bertujuan menemukan bentuknya yang asli untuk mengetahui maksud pengarangnya dengan jalan menyisihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya. Pada waktu itu mereka menghadapi teks dalam sejumlah naskah yang masing-masing menunjukkan bacaan yang berbeda (varian) bahkan ada yang menunjukkan bacaan yang rusak (korup). Dalam hal ini, ahli filologi dengan intuisinya memilih naskah yang memungkinkan penyusutan silisilahnya untuk mendapatkan bacaan hipotesis yang dipandang asli, atau yang palimg dekat dengan aslinya. Kegiatan tersebut, dewasa ini dikenal dengan istilah hermeneutik.
b.      Filologi pernah dipandang sebagai sastra yang alamiah. Arti ini muncul ketika teks-teks yang dikaji itu berupa karya sastra yang bernilai sastra tinggi ialah karya-karya Humeros. Keadaan tersebut membawa filologi kepada suatu arti yang memperhatikan segi kesastraannya (Wagenvoort, 1947). Pada saat ini, arti demikian tidak ditemukan lagi.
c.       Filologi dipakai juga sebagai istilah untuk menyebut studi bahasa atau ilmu baahasa (linguistik). Lahirnya pengertian ini akibat dari pentingnya peranan bahasa dalam mengkaji teks sehingga kajian utama filologi adalah bahasa, terutama bahasa teks-teks lama. Di Negeri Belanda, istilah filologi berarti ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan studi teks sastra atau budaya yang berkaitan dengan latar belakang kebudayaan yang dilakukan oleh teks tersebut.
d.      Dalam perkembangannya yang mutakhir, filologi memandang  perbedaan yang ada dalam berbagai naskah sebagai suatu ciptaan dan menitikberatkan kerjanya pada perbedaan-perbedaan tersebut serta memandangnya justru sebagai alternatif yang positif. Dalam hal ini, suatu naskah dipandang  sebagai suatu penciptaan baru yang mencerminkan perhatian yang aktif dari pembacanya.
B.     Tujuan Filologi
Setiap kegiatan yang terstruktur dan terarah haruslah memiliki tujuan yang jelas. Filologi sebagai ilmu yang yang berkarakteristis praktis, yaitu melakukan kerja penelitian terhadap teks memiliki tujuan yang bermacam-macam sesuai dengan tuntutan pragmatisnya. Meskipun demikian, filologi juga memiliki tujuan yang secara inheren merupakan tuntutan dari dalam ilmu itu sendiri. Tujuan tersebut berupa tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Baried, Baroroh (1983 : 8-9) kedua tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

a.       Tujuan Umum Filologi
1.      Memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa lewat hasil sastranya baik lisan maupun tulis.
2.      Memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya.
3.      Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.
4.      Melestarikan warisan budaya bangsa
b.      Tujuan Khusus
1.      Menyunting sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya.
2.      Mengungkap sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya.
3.      Mengungkap resepsi pembaca pada setiap kurun penerimaannya.
C.     Perbedaan Teks & Naskah
1.      Pengertian Teks
Teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja. Perbedaan antara teks dan naskah menjadi jelas apabila terdapat naskah muda tetapi mengandung teks yang tua. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca dan bentuk yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan. Selain itu, teks juga sebagai kata-kata atau tulisan asli pengarang atau naskah asli yang ditulis oleh pengarang. Teks ini biasanya di tulis oleh pengarangnya dengan tulisan tangan lembar demi lembar hingga siap untuk dibaca. Setiap pengarang biasanya hanya membuat sebuah teks untuk kemudian disebarluaskan atau disosialisikan. Setelah selesai membuat karangan, bisanya energi seorang pengarang difokuskan untuk karya berikutnya. Ketika teks tersebut telah sampai di masyarakat muncullah kegiatan lain, yaitu pembacaan teks yang dilakuan oleh masyarakat. Peristiwa pembacaan tersebut mendorong munculnya peristiwa lain, yaitu keinginan-keinginan untuk menggandakan atau menyalin teks tersebut dengan berbagai macam alasan. Oleh Sulastin-Soetrisno ( ), alasan untuk menggandakan teks tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Ingin memiliki sendiri teks tersebut;
b.      Kekhawatiran terjadi sesuatu dengan teks atau naskah asli, misalnya hilang,terbakar, ketumpahan benda cari dan lain sebagainya;
c.       Tujuan magis, yaitu dengan menyalin naskah tertentu orang akan merasa mendapat kekuatan magis dari teks yang disalin itu;
d.      Naskah dianggap penting untuk disalin karena tujuan politik agama, pendidikan, dan sebagainya.
Proses penggandaan atau penyalinan teks (naskah asli) disebut juga sebagai penurunan atau tradisi teks. Penurunan teks tidak hanya terjadi pada teks atau naskah asli tetapi juga terjadi pada naskah turunan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Pada proses ini, berbagai kemungkinan bisa saja terjadi. Kemungkinan yang paling sering terjadi adalah naskah turunan mengalami perubahan baik yang berupa kesalahan penyalinan atau bahkan sengaja diubah oleh penyalin karena berbagai alasan.
Dalam penjelmaan dan penurunanya, secara garis besar dapat disebutkan adanya 3 macam teks yaitu; teks lisan, teks naskah tulisan tangan, dan tulisan cetakan. Masing-masing teks ada filologinya.
a.          Tekstologi
Ilmu yang mempelajari seluk beluk teks disebut tekstologi. Yang antara lain meneliti penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya.
b.          Terjadinya Teks
Jarang ada teks yang bentuk aslinya atau bentuk sempurnanya sekaligus jelas dan tersedia. Menurut de haand (1973) mengenai terjadinya teks ada berapa kemungkinan:
1.      Aslinya hanya ada dalam ingatan pengarang atau pengelola cerita
2.      Aslinya adalah teks tertulis, yang lebih kurang merupakan kerangka yang masih memungkinkan atau memerlukan kebebasan seni. Kemungkinan lain aslinya disalin, dipinjam, diwarisi atau dicuri.
3.      Aslinya merupakan teks yang tidak mengijinkan kebebasan dalam pembawaannya karena pengarang telah menentukan pilihan kata, urut-urutan kata, dan komposisi untuk memenuhi maksud tertentu yang ketat dalam bentuk literer.
c.          Teks Tulisan – Lisan
Dalam sastra Melayu, hikayat dan syair dibedakan keras-keras kepada pendengar. Hal ini berarti bahwa hikayat dan syair yang sudah dibukukan dari cerita-cerita lisan dan disesuaikan dengan sastra tulis tidak dibaca seorang diri, tetapi dibaca bersama-sama.
d.         Penyalinan
Penyalinan memiliki beberapa tujuan yaitu naskah diperbanyak karena orang ingin memiliki sendiri naskah itu, mungkin karena naskah asli sudah rusak dimakan zaman atau karena kekhawatiran terjadi sesuatu dengan naskah asli, misalnya hilang, terbakar, ketumpahan benda cair, karena perang atau hanya karena terlantar saja.
e.          Penentuan Umur
Umur naskah dapat dirunut berdasarkan keterangan dari dalam ( interne evidentie) dan keterangan dari luar (externe evidentie) naskah itu sendiri. 
2.      Pengertian Naskah
Objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau. Semua bahan tulisan tangan itu disebut naskah handscript dengan singkatan hs untuk tunggal hss untuk jamak; manuscript dengan singkatan ms untuk tunggal, mss untuk jamak. Jadi, naskah itu benda konkret yang dapat dilihat atau dipegang.
1.      Beda Naskah dan Prasasti
Baik naskah maupun prasasti kedua-duanya ditulis dengan tangan. Akan tetapi, antara keduanya dapat dicatat beberapa perbedaannya.
a.       Naskah pada umumnya berupa buku atau bahan tulisan tangan sedangkan prasasti berupa tulisan tangan pada batu ( andesit, berponis, batu putih).
b.      Naskah pada umunya panjang, karena memuat cerita lengkap sedangkan prasasti pada umumnya pendek karena memuat soal yang ringkas.
c.       Naskah pada umumnya anonim dan tidak berangka tahun sedangkan prasasti sering menyebut nama penulisnya dan ada kalanya memuat angka tahun yang ditulis dengan angka atau sengkalan.
d.      Naskah berjumlah banyak karena disalin sedangkan prasasti tidak disalin-salin sehingga jumlahnya relatif tidak kurang dari 500 buah.
e.       Naskah yang paling tua tjandra-karana (dalam bahasa Jawa Kuna) berasal kira-kira dari abad ke-8 sedangkan prasasti yang paling tua berasal kira-kira dari abad ke-4 (Prasasti Kutai)
2.      Kodikologi
Kodikologi adalah ilmu kodeks. Kodeks adalah bahan tulisan tangan atau menurut The New Oxsford Dictionary (1982) Manuscript volume cap of ancient texts ‘gulungan atau buku tulisan tangan, terutama dari teks-teks klasik’. Kodikologi mempelajari seluk beluk atau semua aspek naskah antara lain bahan, umur, tempat penulisan, dan perkiraan penulis naskah. Teks bersih yang ditulis pengarang disebut otograf, sedangkan salinan bersih oleh orang-orang lain disebut apograf.

3.      Istilah Naskah Teks Diluar Konteks Filologi
Di luar konteks filologi naskah yang akan diterbitkan atau diperbanyak pada umumnya tidak lagi ditulis dengan tangan. Dalam hal ini naskah merupakan kopi yang bersih yang ditulis oleh pengarangnya sendiri. Misalnya naskah disertasi dan naskah makalah. Di samping itu istilah naskah dan teks dipakai dengan pengertian yang sama misalnya naskah pidato dan teks pidato.

PARADE BUDAYA STIGMA 3 BANDUNG





HARI TERAKHIR



Teriakan, kegaduhan menyelinap masuk dalam mimpi yang telah kubangun semalaman, membangunkanku dari tidur sesaat setelah jurit malam itu. Kubuka mataku secara perlahan meskipun aku tahu betapa berat rasanya menatap sang surya yang telah naik seperempat hasta dari kepala. Selimut yang melekat di tubuhku masih setia menemaniku, tiba-tiba seorang gadis datang menghampiriku, menarik selimut yang kukenakan saat itu. Aku pun tersungkir, sadar tidak sadar yang teringat hanyalah aku bertelanjang dada, bangun dari pembaringan berjalan keluar dari tenda. Kuraih segayun air hangat hendak membasu muka yang masih dipenuhi beberapa gambar peta di Indonesia. Di sekelilingku, tertawa terbahak-bahak melihat mukaku yang kasat kusut, aku hanya murung tidak menghiraukan kejailan mereka. Pikirku dalam hati, “tiap hari selalu saja ada orang-orang yang menjadi bahan candaaan mereka dan pagi ini aku masuk dalam kategori itu.”
Mungkin diantara kalian ada yang bertanya, memangnya hari itu ada kegiatan apa? Sedikit aku berikan bocorannya, hari itu merupakan hari terakhir dari kegiatan Harmonisasi Alam Prosesi Penerimaan Calon Anggota Baru (PPCA) 2013 UKM-Teater Kampus Unhas (TKU). Kegiatan ini sebagai rangkaian prosesi untuk bisa bergabung dalam kekeluargaan UKM-TKU, tepatnya berlangsung dari tanggal 7-9 Februari 2014 bertempat di Desa Baring Kecamatan Segeri Kabupaten Pangkep. Tentunya kalian juga pasti bertanya, posisi aku dalam kegiatan itu? Aku kasih lagi bocorannya, saat itu aku menjabat sebagai ketua panitia. Sudah tahu? Berat rasanya menjadi ketua panitia, banyak hal yang harus dipikirkan dan tanggung jawabnya luar biasa. Tetapi hal itu tidak menjadi masalah, yang terpenting adalah prosesnya. Aku masih ingat kata guruku di SMA, “pengalaman adalah guru yang paling berharga.” Semoga itu benar-benar adanya.
 Lanjut guys, tadi ceritaku sudah sampai di mana? Masih seputar pembongkaran tenda. Sekarang aku sudah membereskan semua pakaianku dalam tas. Beberapa tenda di sudut lain, ku lihat masih setengah bongkar. Kalian tahu, itu tendanya siapa? Itu tendanya para peserta PPCA 2013. Pekerjaan mereka memang sangat lambat, aku belum sempat memalingkan pandanganku, terdengar suara yang berteriak dengan lantangnya “cepat! Cepat! Yang disana jangan banyak cerita!” Itu suara dari korlap kami alias koordinator lapangan, tetapi tenang orangnnya baik dan santun, suaranya sangat keras karena dia menggunakan pembesar suara, istilahnya toa. Aku hanya tersenyum mendengarkan suara korlap kami. Sebenarnya, para panitia saat itu juga sedang membongkar tenda tetapi karena keterlambatanku bangun sehingga barang-barang sudah dikemas semua oleh panitia lainnya. Meskipun aku malu karena posisiku sebagai ketua panitia yang tidak bisa memberikan contoh baik, tetapi tak apalah. Aku hanya berpikir semua adalah proses.
Waktu semakin berputar, mengiringi aktivitas kami, kicauan burung pun tak henti-hentinya berbunyi menambah asyiknya di kala itu. Kulit yang terjamah oleh sinar matahari tak juga menyurutkan semangat kami. Semua beraktivitas sesuai dengan pembagian kerja, akhirnya semua perlengkapan sudah masuk dalam carrel. Good job! Hanya itu yang bisa saya katakana kepada semua teman-teman panitia dan peserta PPCA 2013. Suara korlap pun terdengar, tak lain dan tak bukan ia menyuru kami untuk melingkar dan berdoa sebelum kepulangan kami ke Makassar.
“Lingkaran sebagai simbol segi yang tak berujung, tak bersudut, dan tidak memiliki akhir. Proses yang kami jalani berada di TKU tidak akan pernah padam, karena segala sesuatu yang kami lalui dalam hidup ini adalah sebuah proses untuk menjadi.” Begitulah intruksi yang kami dengar saat melingkar. Hanya terdengar satu suara yang mengarahkan kami dalam satu titik, mata kepala saat itu di pejamkan dan mata hati kami dibuka untuk melihat kekuasaan sang pencipta yang telah menciptakan makhluk unik seperti manusia.
Saat itu aku tersadar sedang berada dalam lingkaran meditasi senior. Meditasi dipimpin oleh kanda Yayan selaku senior di TKU. Kata akhir yang sempat kudengar dalam meditasi itu “nikmati prosesnya”. Mataku pun terbuka, seketika itu aku beranjak meninggalkan lingkaran itu, dengan sikap cekatan kuraih careel yang menjadi tanggung jawabku. Kalian jangan bertanya lagi! Aku mau kemana? Detik itu, menit itu juga kami meninggalkan lokasi Harmonisasi Alam menuju Makassar. Sepanjang perjalanan, kicauan burung masih saja terdengar seraya ia mengantarkan kepergian kami. Beberapa teman, tak henti-hentinya membuat lulucuan, kami pun tertawa terbahak-bahak diselah-selah perjalanan kami. Kurang lebih 10 menit perjalanan, Bus yang mengantar kami sudah terlihat di ujung jalan sana. Barang-barang kemudian diangkut ke Bus, sedangkan aku sudah terkapar di kursi, tepat berada di sebelah kiri supir waktu itu. Perjalanan selanjutnya pun di mulai, tour Pangkep-Makassar. Terlalu arogan, ketika saya hendak menarasikan semua cerita itu, “sebuah pengalaman yang tidak akan mungkin terulang kembali.”

Penulis,

Anaruddin