Monday 10 March 2014

Berharap Haji, Anjing Jadinya

Kepulanganku di tanah kelahiran bukan karena tanpa maksud, kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan, mengiringku dan memaksaku harus berpijak di tempat para keluarga menggantungkan hidup. Keberadaanku di kampung halaman sudah kuhabiskan selama dua hari, di hari yang ketiga ini ku coba untuk menjajaki beberapa rumah keluarga terdekat. Meskipun, kekuatanku masih belum begitu puli, kupaksakan diriku untuk bercengkarama dengan keluarga. Aku menganggap ini adalah bentuk terapi kesehatan, agar tidak sepenuhnya jenuh berada dalam kondisi kesakitan.

Tepat di sudut lapangan sepak bola, ku melihat rumah panggung dengan dinding cermin yang sangat indah. Terlihat di dalam rumah segerombolan ibu-ibu sedang ayiknya bercengkrama sambil terbahak-bahak. Entah! Apa yang mereka pergunjingkan, aku juga tidak tahu. Aku kemudian mendekati lingkaranan itu. Salah satu dari mereka pun menyapaku, “sianna naengka pajjumpanddangnge tu???” Aku hanya senyum sambil menjawab pertanyaan itu, “seriolona uwengka tante.” Iapun mempersilahkanku duduk di samping mereka. Pembicaraan mereka pun terfokus kepadaku, mereka mengomentari rambutku yang tidak gonrong lagi. Aku hanya tersenyum mendengarkan komentar mereka terhadapku. Sebuah kebiasaan lama, mengamati para mahasiswa yang gonrong ketika sedang pulang kampung.

Pembicaraan mereka pun mengarah pada seputar perkuliahan, pertanyaan silih berganti ditujukan kepadaku. Aku pun menjawab pertanyaan mereka sedetail mungkin. Ada yang bertanya seputar SPP persemeter, biaya KKN, biaya hidup selama di Makassar, bahkan sampai pada biaya akhir saat wisuda. Dengan sikap bijak aku pun menjelaskan seruntut mungkin sampai mereka merasa puas. Bukan hanya itu, pertanyaan seputar anak mereka juga tak lepas dipertanyakan, apakah anaknya rajin ke kampus, bagaimana nilai anaknya, dan apa saja kegiatan sehari-hari anaknya selain kuliah. Tanpa rasa gugup aku menjawabnya santai, “mapato maneng mua ana-anae lao makkuliah”. Salah satu dari mereka menyangga jawabanku, “ajasa musubbui kedo-kedona ana-anae kiyase juppandang!!! apa ipercayako tu iko maneng ana-anae iya makkuliayae.” Aku hanya mendengarkan apa yang mereka katakan dengan sedikit senyuman dan cengi-ngisan.

Lanjut Guys! Perbincangan itu semakin seru, topik pembicaraan diganti dengan seputar pengalaman dari mereka saat berada di tanah suci. Akun pun mulai bertanya tentang peristiwa-peristiwa yang dilihat saat berada di Tanah Haram itu. Menurutnya, berada di tanah haram adalah sesuatu yang tidak bisa dilupakan, banyak kenangan yang tak mampu dilukiskan oleh tinta hitam. Beberapa dari Mereka sangat penasaran dengan apa yang dialami oleh si Hj. Mia ini. Ia mulai bercerita, katanya, ia merasa sangat tenang dan damai berada di tanah suci. Melihat dan mencium hajar aswad juga tidak dilewatkan, menurut cerita bahwa ketika mencium hajar aswad, maka Allah akan memperlihatkan dunia gaib termasuk kehidupan akhirat, jika orang itu adalah orang baik maka ia akan diperlihatkan oleh Surga, begitu juga sebaliknya jika orang itu adalah orang jahat maka neraka yang akan diperlihatkannya. Selain itu, Ada juga pantangan untuk tidak menceritakan apa yang dilihatnya saat mencium hajar aswad, jika pantangan ini dilanggar maka orang tersebut akan cepat meninggal dunia. Sungguh menyeramkan yah guys!!!

Selama berada di tanah haram, ia juga diperlihatkan sebuah kejadian diluar logika manusia. Seorang manusia berubah menjadi babi, anjing, kerah, dan ular. Menurut cerita, Allah menampakkan peristiwa ini kepada manusia agar mereka semua sadar tentang adanya adzab Yang Maha Kuasa. Konon katanya, orang itu di adzab karena orang tersebut menggunakan ilmu tarekat dalam bahasa bugis dikenal mattareka. Mattareka ini merupakan ilmu untuk mencari kekayaan dengan menjelma menjadi binatang, jika ia mencari harta benda dengan menjelma sebagai anjing, maka Allah pun akan merubahnya menjadi anjing ketika ia berada di tanah Suci. Lanjut Guys!!! Katanya, orang yang menjelma tersebut tidak dipulangkan ke Indonesia karena wujudnya yang tidak berterima oleh semua kalangan.

Ia menyempatkan diri menunggangi unta, “Allahmdulillah riwettunna meloka tonangiwi ontae teppa langsung mua ruku, nappa menrena.” Ujarnya disela-sela perbincangan itu. Ia kemudian melanjut ceritanya, konon, orang yang naik tanah suci, kemudian memiliki banyak dosa kepada orang tuanya. Ketika hendak naik unta, unta tidak akan memberikan punggungngya ia tidak mau rukuk untuk dinaiki. Begitu juga sebaliknya, unta akan langsung rukuk ketika orang yang mau naik dipunggunggnya adalah orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya. Keheranan selalu menyelimuti dirinya saat berada di Tanah Suci, tetapi tak henti-hentinya ia berzikir kepada Allah SWT penguasa segala jagat raya ini. betapa tidak terlihat seorang nenek dan kakek tua yang rentang tetapi karena atas kuasa Allah, mereka menyelesaikan Hajjinya dengan baik, bahkan kekuatannya melebihi kekuatan orang pada umumnya. Sesuatu yang mustahil terjadi pada logika manusia, tetapi maha Suci Allah apapun bisa terjadi atas kehendaknya sebagai tanda-tanda kekuasaannya. Maha Benar Allah Atas Segala Firmannya.

Barru, 5 Maret 2014
Penulis,

Anaruddin

No comments:

Post a Comment