Monday, 7 May 2018

Saudaraku dibalik Jeruji

Meringkih raga yang terbatas
Menghimpit dada yang terkungkung
Menghela napas yang sesak
Kau yang ada dibalik di jeruji itu
Terdengar suara riuk-riuk yang hampa

Saudaraku di balik jeruji besi
Tak usah gusar, menunggu sang mentari
Fajar akan datang disaat purnama terlelap
Tak usah putus asa, menunggu bintang-bintang dimalam hari
Bulan akan datang disaat Senja kelelahan

Engkau yang di balik dijeruji
Menengadahlah pada sang Ada
Bercinta ditahajud malam yang dingin
Ditemani tetesan air mata penyesalan
Adalah penawar dari kekhilafan yang ada

Penantian yang panjang
Penebusan yang tak mungkin dijumlahkan
Kebebasan akan datang, menyertai nafas dalam raga

Saudaraku di balik jeruji
Jika tiba masanya,
Engkau merangkul sang mentari dipagi hari
Melepaskan tirai-tirai keterbatasan
Kau pulang, setelah pergi selama bertahun-tahun
Di pintu rumahmu, kau telah dinanti
Engkau akan menemukan senyuman merona dari sanakmu
Masa yang terbuang di dalam jeruji
Hari itu, kau pun mulai bisa bercumbu dengan keluargamu

Saudarkau di balik jeruji
Jika masa itu telah tiba
Janganlah kau lupa, kenangan kita
Tak ada lagi canda tawa dimalam hari
Tak ada lagi hitungan 1, 2, 3, hingga 8
Tak ada lagi senam pagi dijam 7
Tak ada lagi panggilan dari pembesar suara
Saudaraku, aku merindukanmu, cukup itu saja

Saudaraku di balik jeruji
Jika tiba masanya
Sejujurnya, aku tak ingin melihatmu lagi
Janganlah engkau kembali ke tempat usang ini
Setelah engkau meninggalkanku
Kau tahu ??? itulah doaku

Kau yang di luar sana
Aku ingin katakan
Pesan leluhur Bugis pernah terngiang di telingaku
“Tettokko ri tongennge, Ajak Mutettong ri Kapangnge, pabbiasai alemu ri decennge, nasaba lele bulu tellele abbiasang, lelemua abbiasannge, abbiasang topa pelelei”

Pinrang, 27 April 2018