Friday, 11 April 2014

Yang Maha Memanggil Sang Maha Guru

“Setiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian” kira-kira seperti itulah fatwa agama yang sering didengunkan oleh para Anregurutta. Mendengar kata mati, apa yang akan terlintas dipikiran manusia? Tentunya mereka akan berpikir mati itu adalah momok yang paling menakutkan dalam kehidupan. Cara berpikir ini didasari pada doktrin agama yang mengatakan bahwa mati itu merupakan sebuah peristiwa luar biasa, karena telah berpisahnya jazad dengan roh. Sehingga, kehidupan dunia akan sirna dengan sekejapnya. Muncul pula anggapan lain yang mengibaratkan kematian sebagai pintu utama dan terutama untuk bertemu seorang hamba dengan khaliknya. Oleh karena itu, dalan kajian tasawuf dikatakan bahwa mati adalah sesuatu yang nikmat, karena bertemu dengan sang khalik itulah kenikmatan tertinggi dalam era kemanusiaan. Terlepas dari anggapan tersebut, satu hal yang perlu dipahami bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti, keberadaannya bukan untuk dihindari tetapi bagaimana menghadapi kematian itu sendiri.

Berbicara tentang kematian, dalam narasi ini akan diulas kisah seorang anak manusia yang telah berhasil menjadi khalifah di muka bumi ini. Keberhasilannya menjadi seorang pemimpin bukan hanya dalam bentuk legalitas hitam di atas putih, tetapi terbukti secara nyata dan dirasakan oleh rakyat yang dipimpinnya. Kekhalifaannya sudah tidak diragukan lagi, selama priode kepemimpinannya, lelaki kelahiran 25 Juli 1932 ini telah banyak menorehkan prestasi yang gemilang baik dalam bidang pendidikan maupun bidang politik. Sikap kebijaksanaan yang dimilikinya, lelaki yang terlahir dari Gilireng Kabupaten Wajo ini dipercayakan untuk memimpin Universitas berlogo ayam jantan dari timur. Di bawah tanduk kepemimpinannya, lelaki yang beranak empat ini berhasil membawah Universitas Hasanuddin menjadi universitas bergengsi di Indonesia Timur. Untuk membangun kampus termegah dan terbesar di Kawasan Timur Indonesia itu, Prof. Dr. Ahmad Amiruddin Pabittei melibatkan arsitek dunia Paddock Inc., Massachustts, AS dan dibangun oleh OD 205, Belanda yang bekerjasama dengan PT. Sangkuriang Bandung di atas tanah seluas 220 Hektar. Lelaki yang akrab disapa Amir dengan pemikiran jauh ke depan, memindahkan Kampus Universitas Hasanuddin sekaligus memodernisasi kampus merah itu dari Jalan Sunu dan Jalan Masjid Raya ke kawasan luar Kota Makassar di kawasan Tamalanrea. Sehingga pada tanggal 17 September 1981, kampus seluas 220 hektar diresmikan Presiden Soeharto dalam Dies Natalis ke-25.

Pengabdian lelaki yang menamatkan Sekolah Pasca Sarjananya di Universitas Kentucky dalam bidang sains patut di acunkan jempol, semenjak kampus merah berada di bawah kepemimpinannya, para dosen-dosen didorong untuk melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Sehingga hasil nyata yang terlihat dari kebijakan itu, lahirlah beberapa guru besar lulusan luar negeri. Bukan hanya berhasil melahirkan para akademikus tetapi lelaki yang mendapat penghargaan Satyalancana Wirakarya, berhasil pula melahirkan pemimpin-pemimpin muda dalam bidang pemerintahan. Ada yang menjadi Hakim Agung, Hakim Konstitusi, Anggota DPR, Gubernur, Walikota, Bupati, Kepala Dinas, dan Pemimpin Perusahaan. Disamping itu, Sikap akuntabilitas dan transparansi yang dimiliki oleh lelaki yang pernah menjabat sebagai Direktur Pusat Penelitian BATAN Pasar Jumat ini, dipercayakan memimpin kampus merah selama dua priode (1973-1982). Banyak jasa dan prestasi yang ditorehkan Amiruddin saat memimpin Unhas karena ketegasan, kesederhanaan, dan keteladanan. Dia memindahkam, Rumah Sakit Pendidikan Unhas yang dulunya di RS Dady juga ikut dipindahkan menjadi RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Tamalanrea. Dedikasi yang diberikan oleh lelaki yang pernah menjadi Guru Besar ITB dalam bidang Kimia ini tidak salah, ketika orang-orang disekitarnya memberikan gelar sebagai guru maha guru.

Belum cukup satu tahun setelah habisnya masa priode jabatan sebagai Rektor Universitas Hasanuddin, lelaki yang mendapat gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia pada tahun 1976 kemudian maju dan terpilih sebagai Gubernur Sulawesi Selatan. Ketika menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan, pembangunan dimulai dari prinsip trilogi pembangunan yaitu Perubahan Pola Pikir, Pengwilayahan Komoditas, dan Petik Olah Jual. Konsep inilah yang membantu masyarakat Sulawesi Selatan sehingga saat krisis moneter ditandai dengan melambungkan nilai kurs dollar terhadap rupiah serta meroketnya harga-harga hasil pertanian menjadikan masyarakat Sulsel justru tidak didera akibat krisis moneter. Sebaliknya menuai hasil pertanian yang memadai.

Di eranya, ia banyak menempatkan akademisi sebagai kepala daerah. Ia seorang pemimpin yang dicintai rakyatnya. Sangat banyak maha karya yang telah dipersembahkan kepada masyarakat. Visi dan karakter kerasnya bahkan mengilhami keberhasilan banyak orang. Setiap kemarahannya mengandung hikmah tersendiri terhadap orang lain. Banyak tokoh Sulsel yang kini berperan vital di pemerintahan pernah merasakan kemarahan sosok yang dijuluki Sang Restorasi ini. Sebut saja, Yusuf Kalla, Syahrul Yasin Limpo, Malkan Amin, hingga Prof Halide yang pernah merasakannya. Pengabdian, dedikasi, dan pelayanan terhadap rakyat Indonesia, sehingga Presiden RI atas nama Rakyat Indonesia memberikan penghargaan Bintang Mahaputra Utama, sebuah pengakuan tertinggi atas pencapaian seorang anggota masyarakat sipil. Sepanjang hayatnya sebagian besar dijadikan sebagai lahan pengabdian untuk umat manusia.

Saat memimpin Sulawesi Selatan, Amiruddin pulalah yang memindahkan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan dari Jalan Jenderal A.Yani di pusat kota yang sesak ke Jalan Urip Sumoharjo, di atas bekas pekuburan Tionghoa Makassar. Selain itu, Benteng Somba Opu yang terkubur hamper 300 tahun kembali direstorasi dengan komandan proyek Dr.Mukhlis Paeni. Amiruddin menghajatkan kawasan benteng itu dijadikan sebagai Taman Mini Sulawesi, namun yang terwujud barulah sebagai Taman Mini Sulawesi Selatan. Sejumlah rumah adat dari seluruh kabupaten dan kota dibangun di kawasan benteng tersebut. Namun sayang, seiring dengan perkembangan otonomi dan demokrasi di Indonesia, rumah-rumah yang pernah digagas Amiruddin itu kurang terpelihara.

Lelaki yang senang mengenakan kaos swan putih ini, selain memiliki sikap yang tegas, ia juga toleran terhadap setiap kamu, baik itu laki-laki maupun perempuan. Hal ini terbukti ketika dalam peluncuran buku kiprah Rasdianah di IAIN Makassar, Amiruddin menujukkan sikap demokrasi dan emansipasi ke kaum hawa. Saat Rasdiyanah akan menjabat Rektor wanita di kampus Islam pertama di Indonesia, banyak tokoh yang menentang. Kepemimpinan Andi Rasdiyanah mendapat kontroversi, lelaki yang mendapat penghargaan Satyalancana Pembangunan (Pertanian) yang waktu itu menjabat sebagai gubernur dan mantan rektor harus bersikap dan menetapkan keputusan secara arif. “Bagi saya, pria dan wanita diciptakan Tuhan dengan kodrat dan keistimewaan masing," begitu Prof. Amir memberi testimoni dukungan hingga Prof. Rasdianah menjadi Rektor dua periode dan Sekjen Depag di Jakarta.

Pengabdian, dedikasi, dan pelayanan terhadap rakyat Indonesia, sehingga Presiden RI atas nama Rakyat Indonesia memberikan penghargaan Bintang Mahaputra Utama, sebuah pengakuan tertinggi atas pencapaian seorang anggota masyarakat sipil. Sepanjang hayatnya, lelaki yang bergelar Ph.D ini, sebagian besar dijadikan sebagai lahan pengabdian untuk umat manusia. Sehingga masyarakat Sulawesi Selatan mempercayakannya untuk menjadi Gubernur selama dua priode (1983-1993). Selain jabatan Rektor dan Gubernur yang diembannya, ada banyak jabatan lain yang telah menjadi jenjang karirnya. Di almamaternya, Amiruddin pernah menjabat Asisten Kandidat Kimia Organik dan Fisika,Universitas Indonesia Bandung pada tahun 1958-1963). Sekretaris Bagian Kimia ITB 1961-1962, Asisten Ahli Kimia Anorganik dan Fisika di tempat yang sama antara tahun 1962-1963. Lektor Muda ITB (1962-1963), Lekor dan Lektor Kepala ITB (1963-1967). Ketua Bagian Kimia ITB (1961-1962), Dekan Departemen Kimia Biologi ITB (1965-1966), Kepala Lab Radio Kimia Pusat Reaktor Bandung (1965), Pembantu Khusus Dirjen Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) Pasar Jumat (1965-1970), Tenaga Ahli Diperbantukan kepada Pemerintah Malaysia dalam rangka Pembukaan Universiti Kebangsaan Malaysia (1970-1973), Anggota MPR RI (1977-1980), Deputi Ketua BPPT Bidang Ilmu Dasar dan Terapan, Wakil Ketua MPR RI (1992-1997), Wakil Ketua Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN (1998-1997), Komisaris PT Inco Tbk, Komisaris, Komisaris Utama PT Semen Tonasa, Komisaris PT GMTD.

Jatuh bangun, pahit manis, dan asam manisnya kehidupan sudah dilalui oleh lelaki yang beristri dua ini. Apa saja lakon telah ia perankan, baik itu sebagai seorang ilmuwan, akademisi maupun birokrat, semua dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan menuai kesuksesan. Akan tetapi, setiap manusia memiliki titik kemasimalan dalam berbuat. Tidak selamanya manusia akan berada dalam kondisi tubuh yang segar bugar, adakalanya kesehatan kian hari akan berkurang. Begitulah yang di alami lelaki yang berumur 81 tahun ini. Pada tanggal 16 Maret 2014 Serangan jantung yang menggorogoti tubuh ahli kimia nuklir ini mengaharuskannya untuk dirawat di RS Awal Bross Makassar. Pada awalnya, tim dokter yang terdiri atas anak didiknya di Universitas Hasanuddin, merencanakan membawa ayah empat anak itu ke Jakarta. Namun mengingat kondisinya yang agak payah, diputuskan untuk melakukan operasi by pass di RSUP Wahidin Sudirohusodo pada tanggal 19 Maret 2014. Empat dokter dari RS Jantung Harapan Kita Jakarta bergabung dalam suatu tim yang berkekuatan 20 orang guna menolong jiwa pendekat ‘’’Tri Konsep Sulawesi Selatan’’ itu.

Namun setelah operasi jantung, kondisi kesehatan peletak dasar ekonomi modern di Sulsel itu sempat membaik, namun sehari kemudian kondisinya terus mengalami penurunan hingga menghembuskan nafas terakhirnya di ruang ICU RS Wahidin sekitar pukul 12.30 pada Jumat 21 Maret 2014 dengan usia menjelang 82 tahun. Tidak bisa dipungkiri bahwa kematian merupakan sesuatu yang pasti, namun kematian tetap saja meninggalkan duka bagi mereka yang ditinggalkan. Setelah sekian lama melawan penyakit pengapuran pembuluh darah jantung, mantan Gubernur Sulsel, Prof. Ahmad Amiruddin dijemput maut. Sosok yang dikenal sederhana dan visioner itu meninggalkan empat anak, masing-masing Amelia Tristiana, Doddy Krisbianto, Irma Herlina, dan Budi Adiseno serta 12 cucu. Rumah duka di Jalan Hertasning Makassar penuh sesak. Sesekali isak tangis terdengar. Sanak keluarga, kerabat, seluruh sahabat hingga masyarakat umum berlomba hadir melepas kepergian sosok panutan ini. Begitu banyak doa yang terkirim ke langit hari itu. Terlihat begitu banyak kalangan yang memadati rumah duka. Ada Yusuf Kalla, M Roem, Ashabul Kahfi, Ilham Arief Sirajuddin, dan Danny Pomanto, Idrus Paturusi, Hamid Paddu, dan Syaruddin Kaseng.

Hadir juga HZB Palaguna, Amin Syam, Appiaty Kamaluddin, Arqam Azikin, Jayadi Nas, Agus Arifin Numang, Aksa Mahmud, dan masih banyak lainnya. Hari itu Sulsel memang tengah berduka. Duka atas kepergiannya memang bukan semata milik keluarga yang ditinggal. Nama baik dan karya almarhum telah menguratkan namanya sebagai putra terbaik yang pernah dimiliki Sulawesi Selatan. Keluarga pun harus ikhlas menjadikan duka mereka sebagai duka bersama. Duka Sulsel. Hal ini membuat keluarga lagi-lagi harus merelakan seluruh prosesi almarhum menuju rumah Tuhan, diambil alih oleh Pemprov Sulsel dan Kodam VII Wirabuana.

Ribuan pelayat bergerak bersama meninggalkan rumah duka menuju Masjid HM Asyik di Jalan Pettarani untuk salat jenazah. Setelah itu, ribuan pelayat yang sama kembali bergerak bersama. Kali ini untuk mengantar jenazah almarhum ke TPU Islam Panaikang. Jarum jam menunjukkan pukul 14.15 Wita ketika dentuman peluru berkali-kali pecah di udara. Kepergian pria kelahiran Wajo itu dilepas dengan pemakaman secara militer. Kecintaan almarhum pada sang istri yang lebih dulu kembali ke rumah Tuhan membuat niat pemerintah dan sejumlah sesepuh di Sulsel yang merekomendasikan almarhun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Panaikang, tak bisa terwujud. Hal ini disebabkan karena adanya wasiat almarhum untuk dimakamkan di dekat kuburan istrinya Hj. Kusudarsini.Akhir kisah almarhum telah dititihkan dalam tulisan yang indah, kisah hariannya sudah sampai pada lembaran terakhir. Selamat jalan sang visioner sejati, masyarakat Sulsel kehilanganmu tetapi Yang Maha lebih membutuhkanmu untuk kembali menghadapnya. Selamat jalan Sang Maha Guru, semoga engkau tenang dikeabadiannya. Amin!!!

 
Makassar, 1 April 2014
Penulis,

Anaruddin